Petranews.com-Medan| Debat ketiga merupakan debat terakhir yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara. Dengan berakhirnya debat ketiga, maka seluruh tahapan dan rangkaian debat Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara sudah selesai dalam penyampaian visi misi dan gagasannya dalam forum debat, hingga nanti di tutup pada tanggal 22 November 2024 sebagai akhir dari masa kampanye, menyusul minggu tenang mulai 23 November 2024 sampai hari pencoblosan 27 November 2024.
Ada hal menarik sekaligus menjadi perbincangan publik pada debat ketiga tersebut, khususnya sub tema tentang Merawat Cagar Budaya. Publik menilai ada pertanyaan yang terlewatkan dari panelis, tentang keberadaan situs-situs sejarah (budaya), bahkan terkesan ada unsur kesengajaan, sebab tidak memasukkan salah satu cagar budaya dalam bentuk pertanyaan.
"Publik jelas melihat dan mendengar langsung pertanyaan panelis yang dibacakan moderator, tentang situs-situs sejarah di Sumatera Utara yang tidak memasukkan Lapangan Merdeka sebagai situs sejarah, jadi publik menduga panelis ikut cawe-cawe juga dalam kontestasi politik ini, apakah itu hal yang disengaja atau lupa, hanya panelis yang tahu,"ujar Ahmad Rizal kepada media, Kamis (14/11)
Sungguh naif, ujar Bhoy (sapaan akrabnya) jika seorang panelis memiliki unsur kesengajaan hanya sekedar ingin menjatuhkan satu lawan dan menaikkan kawan, maka patut dipertanyakan integritas dan komitmennya sebagai panelis, yang seharusnya bekerja secara independen, netral dan objektif.
"Para panelis maupun perumus debat ketiga semalam yang memberikan pertanyaan soal situs budaya sama sekali tidak menyinggung keberadaan Lapangan Merdeka Medan sebagai situs budaya, patut diduga panelis dan perumus debat ada skenario ingin mempermalukan paslon tertentu. Sebagai akademisi yang menjunjung tinggi intelektualitas, moral dan integritas yang baik, terjebak dalam pusaran politik kepentingan, seharusnya akademisi punya tanggung jawab sebagai penjaga moral merawat demokrasi secara baik dan bukan pula ikut berkontestasi bagi kepentingan paslon tertentu, rusak etika dan moral koprs sebagai seorang intelektual,"ujar Bhoy geram.
Dibagian akhir, aktifis Sumatera Utara ini menduga, panelis yang memberikan pertanyaan itu dianggap tidak netral, bahkan punya agenda tertentu dan KPU Sumatera Utara harus bertanggung jawab atas penunjukan oknum panelis seperti itu.
"KPU Sumut harus bertanggung jawab atas dugaan ketidak netralan oknum panelis tersebut, bila perlu di sampaikan kepada publik namanya, sehingga KPU Sumut tidak terkena imbas dugaan ikut berkonspirasi,"ujarnya di akhir wawancara. (AS)
0 Komentar