Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kompetisi Media Online - Minta Formulir

Taufik Umar Dani: Presiden Prabowo Harus Batalkan Kebijakan Mendagri Soal Batas Wilayah Pulau Aceh dan Sumut

Petranews.com-Medan| Polemik yang cendrung memanas dalam minggu-minggu terakhir ini, pasca di keluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang batas wilayah Pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, hingga kini menjadi tranding topic di berbagai platform media sosial, bahkan menjadi perbincangan menarik semua kalangan, mulai cafe hingga warung kopi.

Polemik itu di picu keluarnya Peraturan Penetapan itu berdasarkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.

Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri, ada 4 Pulau yang statusnya dialihkan ke wilayah Sumut diantarnya Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang. Tentu saja keputusan ini bak petir di siang bolong, menghentakkan banyak orang, sebab tanpa ada pembahasan dan tanpa ada informasi yang jelas, tiba-tiba Menteri Tito mengeluarkan kesaktiannya yang justru memancing reaksi dari masyarakat Aceh.

Keputusan Menteri Tito ini juga mendapat tanggapan dari masyarakat Sumatera Utara, salah satunya Taufik Umar Dani Harahap. Menurut advokat ini, keputusan Tito bisa memantik rekasi negatif ditengah masyarakat, bahkan cenderung bisa merugikan stabilitas Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, sebab, keputusan kilat ini berpotensi memicu terjadinya ketegangan antara masyarakat Aceh dan Sumatera Utara serta masyarakat Aceh dengan Jakarta sebagai ibukota Pemerintahan.

"Keputusan konyol Menteri Tito Karnavian harus dibatalkan Presiden, karena berpotensi menimbulkan konflik antara masyarakat Aceh dan Sumut, jika sikap tegas tidak diambil Presiden Prabowo, maka kondisi stabilitas wilayah berpotensi terancam, ibarat bandul hari ini ujung Barat dan ujung Timur Indonesia sedang tidak baik-baik saja, disebabkan kebijakan yang keliru para pembantu Presiden,"ujar TUD (sapaan akrabnya) kepada media, Sabtu (14/6).

Menurut TUD, Keputusan Mendagri bisa menjadi ganjalan bagi jalannya Pemerintahan Presiden Prabowo, sebab keputusan ini dapat menghidupkan kembali gerakan separatisme di daerah-daerah yang merasa tidak puas atas berbagai kebijakan pemerintah.

"Persoalan pulau di perbatasan Sumut dan Aceh, sepenuhnya sudah selesai, sejak di tanda tangani Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar disaksikan Menteri Dalam Negeri saat itu Rudini, bahwa dalam SKB tahun 1992 itu kedua Kepala Daerah yang bertetangga sangat dekat ini, mengakui bahwa pulau-pulau yang ada di wilayah perbatasan Sumut dan Aceh, maka Gubernur Sumut saat itu Raja Inal Siregar mengakui bahwa ke empat pulau, merupakan milik Propinsi Aceh,"ungkap mantan aktivis HMI Cabang Medan ini.

Hal keanehan lainnya, menurut TUD, Mendagri Tito Karnavian mempersilahkan pihak yang merasa keberatan atas keputusan ini, gugat ke PTUN. Bahwa kesepakatan itu adalah hukum bagi yang bersepakat, hal itu merupakan prinsip universal yang dikenal dengan 'pacta sunt servanda' atau artinya perjanjian harus ditepati" atau "janji harus ditepati."

"Aneh juga ini Menteri dia yang buat putusan, dia pula yang menyarankan gugat ke PTUN, ini namanya lempar batu sembunyi tangan, tidak ada urgensinya seperti itu, atau Tito ingin menunjukkan powernya lebih besar dari Presiden, sehingga seenaknya dia memberikan pernyataan seperti itu, maka kami sarankan Presiden harus tegas terhadap para pembantunya dan Keputusan Tito harus di cabut, demi menjaga stabilitas politik dan keamanan di tanah air, bila perlu kami sarankan agar Tito di koreksi posisinya di  Kabinet ini,"ucapnya. (AS)

Posting Komentar

0 Komentar