Petranews.com-Medan| Perhelatan Pilkada serentak yang hanya tinggal menghitung hari, terus memunculkan kekhawatiran akan ketidaknetralan aparatur negara, yang patut di duga ikut cawe-cawe politik.
Hal ini terlihat jelas dalam Forum Kebangsaan yang bertemakan 'Selamatkan Demokrasi Sumatera Utara', digagas DPD PDIP Sumatera Utara, menghadirkan narasumber nasional diantaranya, Prof Dr Ikrar Nusa Bakti, MA, Prof Dr Todung Mulya Lubis, MH, Okky Madasari, PhD, Usman Hamid dan Dr Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDIP sebagai keynote speaker.
Prof Ikrar Nusa Bakti dalam orasinya mengingatkan sejarah panjang Republik ini lahir di isi dengan semangat patriotik melawan penjajahan kaum imperialis. Perlawanan terhadap rezim Orde Baru melahirkan era Reformasi, sebagai bukti bahwa kekuasaan yang bersifat otoriter, akhirnya berlalu.
"Sejarah panjang Republik ini hadir karena kuatnya perlawanan terhadap bentuk penjajahan, otoriterisme harus dilawan secara Konstitusional dan saat ini kita tentukan sikap atas penolakan kekuasaan yang tidak menghormati demokrasi,"ujar Prof Ikrar dihadapan peserta Forum Kebangsaan, Minggu (17/11) di Hotel Le Polonia Medan.
Ditambahkan peneliti politik LIPI ini, Indonesia memiliki lagu-lagu perjuangan yang membakar semangat untuk merebut kemerdekaan, sejarah membuktikan hanya perjuangan Indonesia dan Vietnam didapatkan dari perlawanan.
"Kedaulatan rakyat harus benar-benar diberikan kepada rakyat. Pemilu merupakan hak rakyat untuk menentukan pemimpinnya.
Tirani harus dipatahkan, untuk merubah negeri yang otoriter menuju demokratis,"ujarnya.
Demokratis yang dihasilkan dari semangat reformasi hanya bertahan 26 tahun, dan demokrasi itu di rusak dalam waktu 10 tahun oleh Jokowi.
"Sumut harus menunjukkan keberanian atas perubahan, dan jangan biarkan kekuatan nepotisme menguasai Sumatera Utara ini, patut kita ingatkan dan sampaikan ada Putusan Mahkamah Konstitusi tegas mengatakan pejabat, aparatur negara (ASN, TNI Polri) yang ikut terlibat dalam proses politik yang berjalan, maka ada sanksi pidana,"tegas Prof Ikrar.
Sementara itu Sekretaris Jenderal DPP PDIP Dr Hasto Kristiyanto, tegas mengatakan bahwa Demokrasi terancam akibat adanya campur tangan kekuasaan, indikasi keterlibatan pejabat di daerah cukup kuat,. termasuk di Sumatera Utara.
"Sumatera Utara banyak melahirkan pahlawan nasional. Hal ini menegaskan Sumut Negeri para pahlawan dan patriotisme tercatat dalam lembaran sejarah dan bukan punya keluarga tertentu,"ujar Hasto.
Ditegaskan, Indonesia negara hukum bukan negara kekuasaan, maka Sumut harus punya harga diri dan tidak mau di intervensi, sebab inilah karekteristik asli orang Sumatera Utara.
"Sumut merupakan bagian penting bagi Nusantara, untuk itu demokrasi di Sumut harus di jaga, jangan hancurkan oleh kekuatan manapun yang bermaksud mencederai demokrasi di Sumut oleh kerakusan sekolompok keluarga,"tegas Sekjen PDIP.
Diingatkan Hasto, Pejabat daerah harus netral dan jangan salah gunakan kekuasaan serta berpihak pada kelompok tertentu.
"Edy Rahmayadi seorang patriot. Makanya PDIP tidak ragu dalam mengusung dan mendukung Edy Rahmayadi sebagai calon Gubernur Sumatera Utara, pengalaman dinas di militer mengajarkan arti kesetiaan dan komitmen pada tujuan perjuangan itu sendiri,"sambung Hasto.
Jangan ada intimidasi di Sumut hanya karena kerasukan atas kekuasaan, dan kita minta Partai Coklat (ParCok) yang di duga ikut mendesain Pilkada ini kepada kelompok tertentu, maka hentikan.
"Ada partai yang tidak terdaftar di KPU, tapi punya instrumen yang bisa mengendalikan. Partai Coklat (ParCok) yang memiliki jaringan hingga ke bagian terbawah, sekedar memenangkan kelompok tertentu, maka kami minta hentikan, karena merusak dinamika demokrasi yang digagas Presiden Prabowo, demokrasi yang beradab dan demokrasi yang meletakan nilai kejujuran dan keterbukaan,"tambah Hasto.
Okky Madasari, P.hD, seorang novelis dan sosiolog dalam paparannya mengingatkan prempuan di Sumatera Utara harus tampil sebagai Inang Parengge-rengge. Perempuan tangguh dan mandiri berasal dari Tapanuli Selatan.
"Suara perempuan di Sumatera Utara jangan mau dieksploitasi secara politik, karena perempuan walaupun dalam tampilan sederhana, tapi bisa membawa perubahan. Cerita perempuan hebat di Sumatera Utara di tampilkan dalam sosok Inang Parengge-rengge yang mandiri, tangguh dan mampu merubah peradaban, karena itu lawan kekuasaan yang bersifat otoriter,"ujar tokoh perempuan ini.
Disaat banyak pejabat publik yang tidak memiliki empati di saat banyak masyarakat yang harus bertarung mempertahankan hidup.
Perempuan harus bangun dan tatap politik demi masa depan anaknya yang sudah dirampok kekuasaan.
Usman Hamid Aktifis HAM, mengatakan kekuasaan Presiden memberikan pengaruh yang tidak sehat dalam praktek berdemokrasi karena mencederai demokrasi itu sendiri. Putusan MK yang meloloskan syarat Wakil Presiden kemarin mengandung cacat etika dan moral hukum.
"Perbaikan demokrasi itu dilihat dari proses pilkada serentak yang akan berlangsung beberapa hari ini kedepan. Cawe-cawe politik menghantui proses demokrasi oleh oknum aparatur negara. Lewat tangan kekuasaan Partai Coklat (ParCok) yang memiliki instrumen hingga ke lapisan bawah, patut di curigai dan awasi.
"Ada Partai yang tidak terdaftar di KPU, mempunyai instrumen hingga ke struktur paling bawah, tapi memiliki kekuasaan dan kekuatan yang berpengaruh, intimidasi dan ancaman menjadi alat untuk menekan siapapun yang tidak sejalan dengan perintahnya, cara-cara seperti inilah yang merusak demokrasi, harus dilawan tegas,"tegas Usman Hamid aktifis HAM vokalis ini.
Dibagian akhir, praktisi hukum yang malang melintang menangani berbagai kasus hukum baik nasional maupun internasional, Prof Dr Todung Mulya Lubis, MH tegas mengingatkan para pejalan negara, agar tidak menggunakan alat kekuasaan, sekedar kepentingan politik. Diingatkan bahwa putusan MK tegas, bahwa ada sanksi hukum bagi siapa saja yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan kelompok tertentu.
"Ingat, putusan MK jelas ada sanski pidana bagi siapa saja aparatur negara yang terlibat untuk kepentingan politik pilkada, bisa di penjarakan,"ujar Prof Todung (AS)
0 Komentar