Petranews.com-Medan | Maraknya aksi mahasiswa dan masyarakat yang melakukan perlawanan atas serangkaian peristiwa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini, di rasa cukup mengusik rasa keadilan masyarakat disebabkan ulah oknum elit politik, baik yang ada di Kabinet maupun Parlemen.
Luka dan kecewa itu tampak jelas di rasakan masyarakat, sebagai bentuk penghinaan bahkan merendahkan martabat kemanusiaan yang di sampaikan para elit secara terbuka lewat media, akhirnya berimbas pada aksi sebagai bentuk sikap menolak arogansi dan kesombongan elit politik, di tengah situasi sulit rakyat dengan beragam beban pajak dan mahalnya harga kebutuhan pokok, tentu ini terakumulasi secara sistematis.
Hal ini disampaikan Iswan Kaputra kepada media, menyikapi massifnya gerakan perlawanan mahasiswa dan masyarakat, atas kebijakan dan perilaku oknum anggota DPR RI tidak menunjukkan sikap seorang negarawan. Bicara kasar dan tanpa mengindahkan adab ketimuran.
"Aksi massa mahasiswa dan masyarakat yang terjadi murni sebagai bentuk akumulasi dari rasa kecewa dan marah atas sikap arogan elit politik dengan beragam statement yang dirasa cukup menyakiti dan menimbulkan ketersinggungan dikarenakan ucapan itu," ujar Iswan, Minggu (31/8).
Mantan aktivis reformasi ini berujar, bahwa pola aksi yang terjadi saat ini sudah bergeser menjadi aksi yang menjurus anarkis, sementara substansi yang di sampaikan yaitu pembubaran Parlemen, di sebabkan Lembaga mulia ini tidak lagi mewakili kepentingan rakyat, bahkan terkesan DPR menjadi kelompok elitis, sehingga ucapan dan perilakunya tidak lagi mencerminkan perwakilan rakyat, padahal rakyatlah pemilik kedaulatan sejatinya dan itu di wakili mereka (para politisi) di Parlemen.
"Jadi cukup ironis sikap para elit politik seperti ini, akhirnya menimbulkan sikap perlawanan dari masyarakat dan mahasiswa, substansi aksi sudah bergeser ke arah anarkis. Padahal perjuangan mahasiswa murni, kecuali setelahnya patut diduga ada pihak-pihak yang kita tidak tahu siapa, itu yang cenderung melakukan anarkisme,"ujar Iswan.
Jika dibandingkan dengan aksi mahasiswa 98 yang melahirkan era Reformasi, lanjut Iswan, tentu ada hal berbeda baik dari substansi aksi maupun tuntutan para demonstran yang merasa ada ketertutupan dan kebebasan ekspresi oleh rezim Orde Baru yang otoriter, represif dan cenderung korup.
"Perjuangan Reformasi lahir dari rasa keinginan yang kuat untuk keluar dari belenggu rezim Orde Baru yang sangat berkuasa lama,. sehingga seluruh lini kehidupan masyarakat terbelenggu, korupsi, kolusi dan nepotisme tumbuh subur, rakyat kehilangan kemerdekaan untuk menyatakan pendapat, sehingga Orde Baru dan antek-anteknya menjadi common enemy publik, sehingga seluruh kekuatan rakyat bersatu melawan arogansi Orde Baru, secara sistematis dan polarisasi gerakan sangat dinamis sehingga tidak terbaca dan akhirnya berbuah manis dengan lengsernya kekuasaan Soeharto selama 32 tahun, saat itu perjuangan mahasiswa dan rakyat konsisten, teratur dan terukur bahkan teruji secara baik,"ucap Koordinator Forum Solidaritas Mahasiswa Medan (Forsolima), era aktivis reformasi 98 yang lampau, ini bernostalgia. (AS)
0 Komentar